Pengalihan Obyek Penyitaan Perdata dapat di Pidanakan

PENYITAAN PERDATA

SITA JAMINAN

Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung. Hakim/Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan dilaksana kan oleh Juru Sita/Panitera Pengadilan Negeri dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi.

Dalam hal dilakukan sita jaminan sebelum sidang dimulai, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Penyitaan hendaknya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak ter­tentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat) sekedar cukup untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari.

Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ke­tentuan yang terdapat dalam pasal 227 (3) jo pasal 198 dan pasal 199 HIR. Apabila penyitaan tersebut telah didaftar kan di Badan Pertanahan Nasional atau Kelurahan, maka sejak didaftarkannya itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalih kan dengan cara apapun, atau membebankan/menjaminkan tanah tersebut. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.

Barang yang disita itu, meskipun jelas ada lah milik penggugat yang disita dengan sita conservatoir, harus tetap dipegang/dikuasai oleh tersita. Adalah salah, untuk menitipkan barang itu kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk di simpan di gedung Pengadilan Negeri.

Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita conser vatoir (terhadap milik tergugat), dan sita revin dicatoir (terhadap milik penggugat) – (pasal 227, 226 HIR).

 

SITA CONSERVATOIR :

Harus ada sangka yang beralasan, bahwa ter gugat sedang berdaya upaya untuk menghilangkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat.

Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat.

Apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama, bahwa tanah tersebut adalah milik tergugat dan luas serta batas-­batasnya harus disebutkan dengan jelas.

(Perhatikan SEMA No. 89/K11018/M/1962, ter tanggal 25 April 1962). Untuk menghindari salah sita, hendaknya Kepala Desa diajak serta untuk melihat keadaan tanah, bartas serta luas tanah yang akan disita.

Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah yang ada sertifikat harus pula didaftarkan, dan atas tanah yang belum sertifikat diberitahukan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota .

Tentang penyitaan itu dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat catatan mengenai tanah-tanah yang disita, kapan disita dan perkembangannya. Buku ini adalah terbuka untuk umum.

Sejak tanggal pendaftaran sita itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan tanah yang disita itu. Semua tindakan tersita yang dilakukan bertentangan dengan larangan itu adalah batal demi hukum.

Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada orang lain.

Penyitaan dilakukan terutama atas barang bergerak milik tergugat juga jangan berlebihan, hanya cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan penggugat. Apabila barang bergerak milik tergugat tidak cukup, barulah tanah/tanah dan rumah milik tergugat yang disita.

Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan di nyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar putusannya. Apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus di perintahkan untuk diangkat.

Apabila gugatan dikabulkan untuk sebagian dan selebihnya ditolak, sita jaminan untuk sebagian dinyatakan sah dan berharga dan untuk bagian yang lain diperintah untuk diangkat. Namun apabila yang disita itu adalah sebidang tanah dan rumah, seandainya gugatan mengenai ganti rugi dikabulkan hanya untuk sebagian, tidaklah dapat diputuskan menyatakan sah dan berharga sita jaminan (misalnya, atas 1/3 tanah dan rumah yang bersangkutan).

Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang- barang milik negara dilarang, kecuali seizin dari Mahkamah Agung, setelah mendengar Jaksa Agung (pasal 65 dan 66 ICW).

 

SITA REVINDICATOIR :

Bagikan artikel ini